Hajar Aswad ("Batu Hitam")
Batu ini terletak di sudut sisi tenggara Kakbah, setinggi 1,5 meter dari permukaan tanah. Ia merupakan batu hitam yang bersorotkan kemerah-merahan dan kekuning-kuningan. Ukuran lebarnya sekitar 28 cm dan tingginya sekitar 38 cm engan bingkai yang terbuat dari perak. Selama melaksanakan tawaf, para jamaah gaji dianjurkan untuk mencium batu ini, atau dengan memberi isyarat kepadanya. Sebuah hadis Nabi menyatakan bahwa suatu saat ketika sedang thawaf Khalifah Umar berkata:"Saya tahu bahwa engkau hanya sebuah batu yang tidak berkuasa mendatangkan kebajikan atau keburukan, seandainya aku tidak menyaksikan Nabi Muhammad menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu".
Beberapa riwayat menyatakan bahwa Nabi Adam adalah orang yang pertama kali meletakan Hajar Aswad pada Kakbah. Belakangan batu ini tersimpan di dalam pegunungan Abul Qays di Makkah. Ketika Nabi Ibrahim hendak membangun kembali, Malaikat Jibril membantu mengeluarkan batu tersebut dan menyerahkan kepadanya.
Ketika terjadi pengepungan kota Makkah pada tahun 64/683, Kakbah terserang kobaran api, dan panas api tersebut meretakkan Hajar Aswad menjadi tiga bagian besar dan sejumlah kepingan. Pada tahun 317/930 sekte Qaramithah menjarah Makkah dan mereka membawa batu ini ke Hasa, Bahrain. Mereka menawarkan sejumlah uang tebusan untuk pengembalian batu ini. Kemudian pada tahun 340/951 benda ini terdampar di mesjid Kufah, dan seorang sejarawan Al Juwai meninggalkan catata sebagai berikut: "Dengan suatu perintah kami mengambilnnya, dan dengan perintah lain kami mengembalikan ke tempat semula". Sebelum tercuri, batu ini telah retak menjadi tiga bagian besar, dan ia sekarang menjadi retak tujuh bagian.
Disebabkan batu ini sangat tua usianya sehingga hampir menjadi sesuatu yang azali. Karena itu ia merupakan simbol keadilan.
Sesuai dengan namanya, Batu Hitam tidak menerima sinar, hal ini secara khusus mengandung pengertian simbolik utang ajaran kefakiran di hadapan Allah (faqir) atau a vacaredeon, yakni sebuah bentuk pengosongan diri dihadapa Allah, atau pemusnahan ego yang merupakan prasyarat ayat untuk memusatkan hati (qalb) kepada-Nya.
Bangsa Arab zaman kuno menjadikan sembarang batu sebagai isyarat tempa peribadatan mereka, demikian juga kebanyakan kebudayaan bangsa-bangsa lain baik kebudayaan klasik maupun modern mengakui makna simbolisme batu untuk maksud-maksud tertentu. Nabi Yakub mendirikan sebuah sikap dengan batu yang di atasnya ia meletakan kepala dalam setiap tidurnya. Ia meyakini batu ini sehingga mirip sebuah tempat peribadatan yang disucikan, demikian hal ini juga terjadi pada Nabi Ibrahim yang mendirikan sebuah bangunan batu di Bethlehem, di dekat Yerusalem. Riwayat bangsa Inggris kuno menyatakan bahwa sebuah batu yang disebut "stone of scone" sebagai tempat peresmian singgasana di Abbey Barat.
Sumber: Ensiklopedi Islam Ringkas, Cyril Glasse, PT Raja Grafindo Persada
Label: Infomasi
0 Komentar:
Posting Komentar
Ketikkan saran dan komentar anda. Walaupun singkat tetapi saran dan komentar yang anda berikan sangat berarti buat blog ini. Silahkan beri Komentar anda dengan mengisi boxs dibawah ini. Jika tidak mempunyai Akun, pilih ANONIM/ANONYMOUS. Terima Kasih Banyak Telah Mengunjungi Blog ini.
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda